Sebelum heboh soal aksi bela Islam seperti yang menjadi tren seperti belakangan ini, sebenarnya jauh sebelum itu sudah pernah ada "aksi bela Islam" yang lebih spektakuler, setidaknya menurut saya.
Bukan di Jakarta tetapi lokasi aksi tersebut di Situbondo, jauh dari pusat kota. isu yang diangkat juga bukan soal dugaaan "penistaan agama" tetapi yang lebih serius dari itu, yaitu masalah korupsi.
kurang menista bagaimana? ada seorang didukung, dipilih dan kemudian dilantik sekaligus disumpah dengan ayat suci tetapi kemudian menggarong uang rakyat. itulah "penistaan" yang sesungguhnya bagi agama.
Adalah Kiai Ach. Fawaid As'ad, putra Kiai As'ad Syamsul Arifin sekaligus pimpinan pesantren Sukorejo, Situbondo yang memimpin langsung demo di jalan Pantura Situbondo-Banyuwangi secara heroik. demo berlangsung cukup lama. 30 Jam menuntut Keadilan, sebuah headline di koran lokal pada waktu itu.
Baca juga:
Menanggapi Paradigma Polemik Perubahan Laut
|
Yang menarik bukan hanya isu yang diusung, yakni soal korupsi tetapi Bupati yang didemo adalah sosok yang pada even Pilkada justru didukung oleh Kiai Fawaid. menarik sekali bukan? ada kiai mendukung calon kemudian menang dan akhirnya menuntut pemakzulan saat ditengarai tersandung kasus korupsi.
tindakan yang sebenarnya saya harapkan saat melihat keterlibatan beberapa tokoh, seperti kiai dalam perhelatan pemilihan dalam tiap tingkatannya. jadi para kiai sah-sah saja terlibat dukung mendukung, tetapi keberadaan mereka sebagai "pengawas" yang menjadi kritikus pertama ketika terjadi penyelewengan kekuasaan bukan justru menikmati bagi-bagi jabatan setelah pemilihan.
Anda boleh saja menganggap saya berlebihan menulis beliau tetapi faktanya ia adalah sosok yang berhasil mencongkel seorang karena kasus korupsi. tentu ini lembaran teladan nyata, setidaknya bagi saya bahwa santri adalah salah satu agen untuk pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kiai Fawaid memang kiai politisi kawakan. ia belajar ilmu politik dari ayahandanya. sikap politiknya tidak tanggung-tanggung. ia seorang kiai politik yang kaffah. jejaring nasionalnya luar biasa. konsisten dan pemberani meski melawan arus. Sekelas Menteri langsung tergopoh-gopoh jika ditelpon beliau untuk hadir ke Sukorejo. mereka tak kuasa menolak perintahnya. Tetapi lumrahnya sebagai seorang kiai, hampir semua tindakan politiknya semua sudah melewati "seleksi dan koreksi" fikih. salah satu orang dekatnya pernah bercerita kepada saya bahwa hampir semua sikap politik Kiai Fawaid sudah melewati tashih gurunya, Kiai Afifuddin Muhajir, yang memang dikenal ahli fikih papan atas. Maka benar saja, dalam peristiwa demo di Situbondo itu, aksi berjalan dengan lancar dan tidak anarkis. semua peserta aksi, harus satu komando Kiai Fawaid. Kiai Fawaid hadir langsung sejak awal hingga akhir. para wakil pengasuh, keluarga pesantren juga ikut turun langsung menemani. sebuah pemandangan yang sangat heroik sekali.
Kiai Fawaid juga sadar bahwa demo bukan pilihan utama. sebelumnya ia sudah berusaha melalui lobi-lobi hukum agar kasus korupsi yang terjadi diusut sebagaimana mestinya tetapi semua tak menghasilkan keputusan yang memuaskan. Demo yang dilakukan Kiai Fawaid merupakan akumulasi dari permasalahan-permasalahan yang tersumbat.
Cara yang dilakukan oleh Kiai Fawaid adalah cara gradual. Dalam langkahnya, beliau mematuhi aturan-aturan hukum yang ada. ia tidak serta merta bertindak anarkis dengan langsung mengerahkan massa ke jalan. Hal ini senada dengan cara yang ditawarkan al-Ghazali dalam mencegah kemungkaran.
demo adalah menasehati atau mengoreksi seorang penguasa. Ada banyak hadis yang memerintah untuk saling mengingatkan/mengoreksi, termasuk mengoreksi sorang pemimpin. dalam sebuah hadis disebut:
أَفْضَلُ اْلجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Paling utamanya jihad adalah berkata benar di hadapan pemimpin yang zalim.
Korupsi adalah kejahatan yang bisa disebu multi level kriminal. ia akumulasi dari pencurian, pengkhiatan, perampokan dan merusak tatanan hidup masyarakat.
Saya tak menututi masa demo tersebut. sebab saya masuk pesantren satu tahun setelah aksi keren itu. meski demikian, saya mendapat berkah dari Kiai Fawaid.
Tahun 2015, saya ikut lomba karya tulis ilmiah judulnya: Fikih Demonstrasi: Pandangan FIkih atas Demo Terhadap Kasus Korupsi. Lomba yang menjadi debut pertama dalam karir kepenulisan saya.
Dalam lomba itu, saya dinobatkan sebagi juara harapan 1. posisi yang cukup membahagiakan bagi pemula seperti saya saat itu.
Kiai Fawaid adalah Kiai Fawaid. ia tak bisa dicopy-paste. aksi sukses selama 30 Jam bukan hanya soal ia seorang putra kiai besar dan pimpinan pesantren besar. kesuksesan aksi tersebut adalah kumpulan dari: Kharisma, niat tulus, langkah jitu, strategi ulung dan keberanian yang pilih tanding.
Kiai Fawaid sudah wafat tetapi santri dan anak ideologisnya banyak yang tetap melanjutkan jihad politik beliau. semoga mereka seperti Kiai Fawaid, yang semangat saat ikut memenangkan sekaligus semangat mengoreksi ketika terjadi penyelewengan.
Setelah melihat dan membaca aksi Kiai Fawaid tersebut, bagi saya prestasi tertinggi seorang pendukung calon Bupati bukan foto bersama dengannya tetapi terdepan mencongkelnya saat mengkhianati jabatan.
*DItulis karena beberapa hari yang lalu mimpi beliau. semoga ruhul jihad dan semangat perjuangannya mengalir kepada kita semua.
Penulis : Ahmad Husain Fahasbu